Sampai kematiannya, Pak Mansyur memang tidak pernah menceritakan apa resep sukses mendidik anak-anaknya, tapi anaknya yang paling tua membuka resepnya untuk kita. Menurutnya, bapaknya tidak mewariskan apa apa, kecuali mewasiatkan agar semua anaknya selalu mengamalkan ayat 9 surat An Nisa.
Salah satu fitrah manusia adalah menyayangi anak keturunan dan menghawatirkan mereka akan kehidupannya. Kita takut keturunan kita miskin dan menderita setelah kita meninggalkan mereka. Itulah yang menyemangati kita untuk selalu kerja keras, menghimpun aset secara maksimal, mendidik dan membekalinya dengan pendidikan setinggi mungkin dan beberapa diantara kita bahkan mengikuti program asuransi. Semua itu memang tidak salah, tapi menilik ayat tadi, Allah memberi resep ampuh untuk kita dengan dua hal saja, yakni bertaqwa kepada-Nya dan selalu bertutur kata yang baik. Pak Manshur salah seorang yang talah membuktikannya. Dalam kesederhanaan hidupnya dia wujudkan keimanannya dengan amaliah yang menjadi budaya hidupnya, yakni irit berbicara dan cenderung banyak diamnya. Dia hanya berbicara seperlunya dan hanya untuk yang berguna saja, itupun disampaikan dengan bahasa bertutur yang luhur dan menyejukann. Selama hidupnya , tutur anaknya, belum pernah mendengar bapaknya berkata kasar, menghardik atau mencela keluarganya, apalagi orang lain. Lisan Pak Manshur selalu dijaga.
Lisan sebagai Ukuran Ke Islaman
Segera setelah gerakan reformasi melanda negara kita, keran kebebasan berbicara seolah bergeser seratus delapan puluh derajat. Dengan dalih demokratisasi setiap orang seolah berhak untuk berbicara dan membicarakan apapun sesuai keinginannnya. Tidak heran bila kemudian sejak saat itu dunia sekitar kita jadi bising dan gaduh dengan pembicaraan beberapa orang yang temanya, gaya bicaranya, bahkan etika berbicaranya berbeda beda. Hinggar bingar para demonstran di akar rumput (istilah LSM) dalam menyampaikan aspirasi, berdebatnya para politisi, saling serangnya para elit dan tokoh masyarakat, bertengkarnya para artis celebrity serta dinamika ungkapan ketidak puasan dari semua orang lintas usia, suku, agama dan profesi, semuanya dengan sempurna direkam oleh media (cetak maupun elektronik) dan dipersembahkan secara utuh kepada kita. Dari produk lisan mereka kita jadi susah membedakan mana saudara kita yang muslim dan bukan. Sebab Rasulullah saw menyebutkan lisan seorang muslim sejatinya adalah ukuran ke Islamannya. Dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditanya tentang orang yang paling utama dari orang-orang Islam, beliau menjawab: “(orang Islam yang paling utama adalah) orang yang orang lain selamat dari kejahatan tangan dan lisannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 11dan Muslim no. 42) . Asy-Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali mengatakan: “Hadits ini menjelaskan larangan mengganggu orang “(Orang Islam) baik dengan perkataan ataupun perbuatan.” (Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhush Shalihin, 3/8)
Dalam surat Al Isra ayat 53 Allah swt menyuruh kita untuk senantiasa menggunakan lisan hanya untuk perkataan yang baik saja. Allah menyebutkan kalau produk lisan seseorang menyebabkan kegoncangan suasana dan pertengkaran serta permusuhan, itu mrnunjukan lisan yang dikuasai syetan. Allah swt berfirman, “Dan katakan kepada hamba-hamba-Ku. “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik ( sopan, santun, benar) sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” QS. 17: 53.
Menjaga lisan jelas akan memberikan banyak manfaat. Di antaranya akan mendapatkan keutamaan dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul -Nya. Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 6090 dan Muslim no. 48). Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang bisa menjaga mulutnya, Allah akan tutupi keburukannya” HR. Abu Nuaim.
Menjaga lisan hanya untuk pembicaraan yang perlu dan baik saja merupakan ibadah yang paling sederhana, tapi sulit dipraktekan. Ketika mulut seseorang terlalu banyak bicara, dia tidak akan dapat mendengar suara hati nuraninya sendiri. Suara hatinya tersumbat oleh riuhnya suara-suara mulutnya. Dalam Al Qur’an surat Al Shaff ayat 3 bahkan Allah murka dengan orang yang NATO (No Action Talk Only) alias omdo alias banyak omong doang. “ Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu membicarakan apa yang tidak kamu kerjakan” (QS 61 :3). Abu Darda berkata : “Perlakukan telinga dan mulutmu dengan obyektif. Sesungguhnya diciptakan dua telinga dan satu mulut, agar kamu lebih banyak mendengar dari pada berbicara
Kejahatan Lidah
Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin menyebutkan beberapa kejahatan yang dapat dilakukan oleh lidah kita. Hanya satu cara yang dapat kita lakukan untuk menghindarinya, yakni diam atau jaga ketat lisan kita.
1. Berbicara sesuatu yang tidak perlu
Rasulullah SAW bersabda : “Di antara ciri kesempurnaan Islam seseorang adalah ketika ia mampu meninggalkan sesuatu yang tidak ia perlukan” (HR At Tirmidziy).
Ucapan yang tidak perlu adalah ucapan yang seandainya kita diam tidak berdosa, dan tidak akan membahayakan diri maupun orang lain. Seperti menanyakan sesuatu yang tidak diperlukan. Contoh pertanyaan ke orang lain “apakah anda puasa, jika dijawab YA, membuat orang itu riya, jika dijawab TIDAK padahal ia puasa, maka dusta, jika diam tidak dijawab, dianggap tidak menghormati penanya. Jika menghindari pertanyaan itu dengan mengalihkan pembicaraan maka menyusahkan orang lain mencari – cari bahan, dst. Penyakit ini disebabkan oleh keinginan kuat untuk mengetahui segala sesuatu. Atau basa-basi untuk menunjukkan perhatian dan kecintaan, atau sekedar mengisi waktu dengan cerita-cerita yang tidak berguna. Perbuatan ini termasuk dalam perbuatan tercela.
Terapinya adalah dengan menyadarkan bahwa waktu adalah modal yang paling berharga. Jika tidak dipergunakan secara efektif maka akan merugikan diri sendiri. selanjutnya menyadari bahwa setiap kata yang keluar dari mulut akan dimintai pertanggung jawabannya. ucapan yang keluar bisa menjadi tangga ke sorga atau jaring jebakan ke neraka. Secara aplikatif kita coba melatih diri senantiasa diam dari hal-hal yang tidak diperlukan.
2. Fudhulul-Kalam ( Berlebihan dalam berbicara)
Perbuatan ini dikategorikan sebagai perbuatan tercela. Ia mencakup pembicaraan yang tidak berguna, atau bicara sesuatu yang berguna namun melebihi kebutuhan yang secukupnya. Seperti sesuatu yang cukup dikatakan dengan satu kata, tetapi disampaikan dengan dua kata, maka kata yang kedua ini “fudhul” (kelebihan). Firman Allah : “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh bersedekah, berbuat ma’ruf, atau perdamaian di antara manusia” QS.4:114.
Rasulullah SAW bersabda : “Beruntunglah orang yang dapat menahan kelebihan bicaranya, dan menginfakkan kelebihan hartanya “ (HR. Al Baghawiy). Ibrahim At Taymiy berkata : Seorang mukmin ketika hendak berbicara, ia berfikir dahulu, jika bermanfaat dia ucapkan, dan jika tidak maka tidak diucapkan. Sedangkan orang fajir (durhaka) sesungguhnya lisannya mengalir saja” Berkata Yazid ibn Abi Hubaib :”Di antara fitnah orang alim adalah ketika ia lebih senang berbicara daripada mendengarkan. Jika orang lain sudah cukup berbicara, maka mendengarkan adalah keselamatan, dan dalam berbicara ada polesan, tambahan dan pengurangan.
3. Al Khaudhu fil bathil (Melibatkan diri dalam pembicaraan yang batil)
Pembicaraan yang batil adalah pembicaraan ma’siyat, seperti menceritakan tentang perempuan, perkumpulan selebritis, dsb, yang tidak terbilang jumlahnya. Pembicaraan seperti ini adalah perbuatan haram, yang akan membuat pelakunya binasa. Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya ada seseorang yang berbicara dengan ucapan yang Allah murkai, ia tidak menduga akibatnya, lalu Allah catat itu dalam murka Allah hingga hari kiamat”( HR Ibn Majah). Dalam hadist lain Rasulullah bersabda “ Orang yang paling banyak dosanya di hari kiamat adalah orang yang paling banyak terlibat dalam pembicaraan batil”( HR Ibnu Abiddunya).
Allah SWT menceritakan penghuni neraka. Ketika ditanya penyebabnya, mereka menjawab: “ …dan adalah kami membicarakan yang batil bersama dengan orang-orang yang membicarakannya” QS. 74:45
4. Al Jidal (Berbantahan dan Perdebatan)
Perdebatan yang tercela adalah usaha menjatuhkan orang lain dengan menyerang dan mencela pembicaraannya, menganggapnya bodoh dan tidak akurat. Biasanya orang yang diserang merasa tidak suka, dan penyerang ingin menunjukkan kesalahan orang lain agar terlihat kelebihan dirinya.
Hal ini biasanya disebabkan oleh taraffu’ (rasa tinggi hati) karena kelebihan dan ilmunya, dengan menyerang kekurangan orang lain. Rasulullah SAW bersabda : “Tidak akan tersesat suatu kaum setelah mereka mendapatkan hidayah Allah, kecuali mereka melakukan perdebatan”( HR. At Tirmidziy). Imam Malik bin Anas berkata : “Perdebatan akan mengeraskan hati dan mewariskan kekesalan”
5. Al Khusumah (pertengkaran)
Jika orang yang berdebat menyerang pendapat orang lain untuk menjatuhkan lawan dan mengangkat kelebihan dirinya, maka al khusumah adalah sikap ingin menang dalam berbicara (ngotot) untuk memperoleh hak atau harta orang lain, yang bukan haknya. Sikap ini bisa merupakan reaksi atas orang lain, bisa juga dilakukan karena seting hawa nafsunya dari awal berbicara. Aisyah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang bermusuhan dan suka bertengkar” (HR. Al Bukhariy).
6. Taqa’ur fil-kalam (menekan ucapan)
Taqa’ur fil-kalam maksudnya adalah menfasih-fasihkan ucapan dengan mamaksakan diri dan menekan-nekan suara, atau penggunaan kata-kata asing. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku di hari kiamat, adalah orang-orang yang buruk akhlaknya di antara kamu, yaitu orang yang banyak bicara, menekan-nekan suara, dan menfasih-fasihkan kata”. (HR. Ahmad)
Tidak termasuk dalam hal ini adalah ungkapan para khatib dalam memberikan nasehat, selama tidak berlebihan atau penggunaan kata-kata asing yang membuat pendengar tidak memahaminya. Sebab tujuan utama dari khutbah adalah menggugah hati, dan merangsang pendengar untuk sadar. Di sinilah dibutuhkan bentuk-bentuk kata yang menyentuh.
7. Berkata keji, jorok dan caci maki
Berkata keji, jorok adalah pengungkapan sesuatu yang dianggap jorok/tabu dengan ungkapan vulgar, misalnya hal-hal yang berkaitan dengn seksual, dsb. Hal ini termasuk perbuatan tercela yang dilarang agama. Nabi bersabda : “Jauhilah perbuatan keji. Karena sesungguhnya Allah tidak suka sesuatu yang keji dan perbuatan keji” dalam riwayat lain :”Surga itu haram bagi setiap orang yang keji”.( HR. Ibnu Hibban). Rasul menegaskan “Orang mukmin bukanlah orang yang suka menghujat, mengutuk, berkata keji dan jorok” (HR. AtTirmidziy).
Ada seorang A’rabiy (pedalaman) meminta wasiat kepada Nabi : Sabda Nabi : “Bertaqwalah kepada Allah, jika ada orang yang mencela kekuranganmu, maka jangan kau balas dengan mencela kekurangannya. Maka dosanya ada padanya dan pahalanya ada padamu. Dan janganlah kamu mencaci maki siapapun. Kata A’rabiy tadi : “Sejak itu saya tidak pernah lagi mencaci maki orang”. (HR. Ahmad). Dalam kesempatan lain Rasul menyebutkan “Termasuk dalam dosa besar adalah mencaci maki orang tua sendiri” Para sahabat bertanya :
“Bagaimana seseorang mencaci maki orang tua sendiri ? Jawab Nabi: “Dia mencaci maki orang tua orang lain, lalu orang itu berbalik mencaci maki orang tuanya”.( HR. Ahmad).
Perkataan keji dan jorok disebabkan oleh kondisi jiwa yang kotor, yang menyakiti orang lain, atau karena kebiasaan diri akibat pergaulan dengan orang-orang fasik (penuh dosa) atau orang-orang durhaka lainnya.
8. La’nat (kutukan)
Penyebab munculnya kutukan pada sesama manusia biasanya adalah satu dari tiga sifat berikut ini, yaitu : kufur, bid’ah dan fasik. Dan tingkatan kutukannya adalah sebagai berikut :
a. Kutukan dengan menggunakan sifat umum, seperti : semoga Allah mengutuk orang kafir, ahli bid’ah dan orang-orang fasik.
b. Kutukan dengan sifat yang lebih khusus, seperti: semoga kutukan Allah ditimpakan kepada kaum Yahudi, Nasrani dan Majusi, dsb.
c. Kutukan kepada orang tertentu, seperti : si fulan la’natullah. Hal ini sangat berbahaya kecuali kepada orang-orang tertentu yang telah Allah berikan kutukan seperti Fir’aun, Abu Lahab, dsb. Dan orang-orang selain yang Allah tentukan itu masih memiliki kemungkinan lain
Kutukan yang ditujukan kepada binatang, benda mati , atau orang tertentu yang tidak Allah tentukan kutukannya, maka itu adalah perbuatan tercela yang haus dijauhi. Sabda Nabi :
“ Orang beriman bukanlah orang yang suka mengutuk”( HR At Tirmidziy). “Janganlah kamu saling mengutuk dengan kutukan Allah, murka-Nya maupun jahanam”( HR. At Tirmidziy).
“Sesungguhnya orang-orang yang saling mengutuk tidak akan mendapatkan syafaat dan menjadi saksi di hari kiamat” HR. Muslim
9. Ghina’ (nyanyian) dan Syi’r (syair)
Syair adalah ungkapan yang jika baik isinya maka baik nilainya, dan jika buruk isinya buruk pula nilainya. Hanya saja tajarrud ( menfokuskan diri) untuk hanya bersyair adalah perbuatan tercela. Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya memenuhi rongga dengan nanah, lebih baik dari pada memenuhinya dengan syair”( HR Muslim). Said Hawa mengarahkan hadits ini pada syair-syair yang bermuatan buruk.
Bersyair secara umum bukanlah perbuatan terlarang jika di dalamnya tidak terdapat ungkapan yang buruk. Buktinya Rasulullah pernah memerintahkan Hassan bin Tsabit untuk bersyair melawan syairnya orang kafir.
10. Al Mazah (Sendau gurau)
Secara umum mazah adalah perbuatan tercela yang dilarang agama, kecuali sebagian kecil saja yang diperbolehkan. Sebab dalam gurauan sering kali terdapat kebohongan, atau pembodohan teman. Gurauan yang diperbolehkan adalah gurauan yang baik, tidak berdusta/berbohong, tidak menyakiti orang lain, tidak berlebihan dan tidak menjadi kebiasaan. Seperti gurauan Nabi dengan istri dan para sahabatnya. Kebiasaan bergurau akan membawa seseorang pada perbuatan yang kurang berguna. Disamping itu kebiasaan ini akan menurunkan kewibawaan. Umar bin Khatthab berkata : “Barang siapa yang banyak bercanda, maka ia akan diremehkan/dianggap hina”. Said ibn al Ash berkata kepada anaknya : “Wahai anakku, janganlah bercanda dengan orang mulia, maka ia akan dendam kepadamu, jangan pula bercanda dengan bawahan maka nanti akan melawanmu”
Oleh : Oleh Endang Oman
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TINGALKAN URL SITUS / BLOG ANDA DI AKHIR COMMENTAR TERIMAKASIH.