Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan
hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir
benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki.
dan Allah Maha luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(Al-Baqarah:261)
Mendengar kata sedekah tentunya tidak lagi asing untuk telinga kita.
Begitu banyak ulama, ustadz dan kyai yang sering
mengingatkan itu.
Sedemikian biasa dan seringnya hingga tanpa sadar seringkali
semua itu
berhenti pada cukup mendengar memahami dan menyampaikannya.
Benarkah kemudian setelah itu kita menjadi orang yang cinta
sedekah ?
Kalau kita mau jujur, sering kali kita memiliki uang kecil atau yang sering
Kalau kita mau jujur, sering kali kita memiliki uang kecil atau yang sering
disebut uang receh baik itu 500 rupiahan atau seribu rupiah
dan kita
menyepelekannya tercecer di lantai rumah, atau terselip di
meja kerja.
Kita menganggap nilai itu adalah nilai yang hampir tidak
berguna,
yang ketika uang itu hilangpun rasanya tidak ada rasa
kehilangan di hati kita.
Pernahkan terfikir oleh kita bahwa recehan itu bisa punya
nilai yang teramat besar untuk orang lain?
ya, teramat besar bila kita mampu memanfaatkannya dengan baik
dengan memberikannya kepada orang yang memerlukan.
Benar, dengan uang yang cuma 500 atau 1000 rupiah tersebut,
yang untuk sebagian kita kadang tidak menganggap nilainya,
bila kita
manfaatkan untuk bersedekah kepada orang2 yang membutuhkan
maka kita akan mendapatkan pahala yang besar.
Tapi tunggu, ternyata tidak sekedar pahala yang kita
dapatkan.
Bila itu sering kita lakukan maka perlahan tanpa kita sadari
hati kita akan
menjadi lembut, rasa sosial kita akan terbentuk,
dan penghargaan kepada orang lain akan semakin baik, ya ,
banyak manfaat yang akan kita rasakan tanpa kita sadari.
Bahkan rasa indah saat berbagi, adalah keindahan yang tak
tergambarkan
dan takkan tergantikan dengan apapun, jika kita sudah
menikmati
dan mendawamkan sedekah.
Lantas timbul pertanyaan, siapa yang lebih bahagia, pemberi sedekah
Lantas timbul pertanyaan, siapa yang lebih bahagia, pemberi sedekah
atau penerima sedekah? Sekilas, nampak kebahagiaan hanya
terpancar
dari raut wajah penerima. Ia terlihat sumringah saat
menggenggam
uang sedekah dari yang memberi.
Tak lupa, sekelumit doa dan rasa syukur dihaturkan untuk
orang yang
memberinya sedekah sebagai ungkapan terima kasih.
Beberapa penerima, bahkan tak sungkan mencium punggung
tangan
orang yang telah menyisihkan hartanya untuk mereka.
Beginilah pemandangan yang senantiasa tampak dalam setiap
episode
sedekah berlangsung.
Demikiankah sesungguhnya? Benarkah penerima sedekah jauh lebih berbahagia
ketimbang yang bersedekah?
Setidaknya ada dua tingkatan tujuan sedekah bagi para
penerimanya.
Pertama, diharapkan setelah menerima sedekah, mereka mencapai tingkatan berdaya.
Pertama, diharapkan setelah menerima sedekah, mereka mencapai tingkatan berdaya.
Setidaknya, dalam rentang beberapa waktu mereka tidak lagi
menjadi orang-orang menerima sedekah.
Orang-orang yang biasa menerima sedekah ini, seharusnya
di waktu tertentu sudah bisa memberdayakan diri mereka
sendiri.
Tak perlu menengadahkan tangan, meminta-minta dan berharap
belas kasihan para penderma. Mereka tak lagi menerima sedekah karena sudah
tidak membutuhkan. Meski demikian, dalam tingkatan ini mereka belum menjadi
penyedekah.
Tingkatan kedua, yakni mereka berubah status dari penerima menjadi
pemberi sedekah. Ini yang paling diharapkan, kalau satu
tahun lalu,
misalnya mereka masih menjadi penerima sedekah, seharusnya
di tahun
berikutnya merekalah para penyedekah yang berniat
memberdayakan orang-orang yang disedekahinya.Karenanya,
sedekah bukan sekadar menaruh uang di kotak amal atau
mengumpulkan para fakir miskin, anak yatim, kemudian
membagi-bagikan amplop,
lantas selesai. Para
penyedekah tak selesai kewajibannya hanya sampai
sebatas memberi.
menjadi orang-orang yang berketergantungan dengan sedekah.
Jangan sampai ada orang yang “menikmati” hidup dengan
pemberian
orang lain. Ada
kewajiban bagi para penyedekah, yakni membuat
penerima sedekah itu menjadi orang-orang yang berdaya.
Setidaknya hingga mereka sanggup mencapai tingkatan tak lagi
bergantung pada sedekah dan bisa menghidupi diri dan
keluarganya sendiri.
Sedekah itu tanpa batas. Nilai dan jumlahnya tidak dibatasi, penerima
sedekahnya juga tidak terbatas, artinya, penyedekah bisa
memberikannya
kepada siapa saja, dari yang terdekat hingga terjauh sekali
pun.
Tak hanya itu, waktu untuk bersedekah pun tak pernah
dibatasi,
tidak hanya di bulan-bulan tertentu saja, melainkan
sepanjang waktu.
Selama seseorang mampu untuk bersedekah, baik di waktu
sempit
mau pun lapang, maka bersedekah dianjurkan.
Karena tidak pernah dibatasi jumlah yang boleh disedekahkan,
maka tidak ada nisab untuk sedekah, selama ia mampu maka
teruslah bersedekah.
Tidak pernah ada ketentuan seseorang sudah boleh bebas tak
bersedekah karena sudah terlalu sering bersedekah dan yang
terpenting,
tidak pernah tertulis dalam sejarah ada orang yang jatuh
miskin lantaran bersedekah.
Sebab, semua orang yang pernah dan selalu bersedekah tahu
betul,
bahwa sedekah membuat mereka kaya dan bahagia. Siapa yang
tak bahagia
berniaga dengan Allah? Kita mendapatkan modal dari Allah,
berupa diri dan
harta yang kita miliki saat ini. Kemudian dari modal yang
dipinjamkan Allah itu,
kita diajak berniaga oleh-Nya dengan tawaran keuntungan yang
tidak
bisa diberikan oleh pedagang terbesar mana pun di dunia ini.
Tak tanggung-tanggung, keuntungan berniaga dengan Allah
adalah
mendapatkan ampunan dari Allah, kemudian Allah akan
memasukkan
kita ke dalam surga-Nya.
Padahal yang diminta Allah kepada kita adalah beriman kepada-Nya
dan Rasul-Nya, kemudian Allah juga meminta kita berjihad di
jalan
Allah dengan harta dan jiwa kita. Bayangkan, Allah meminta
kita menukar
harta dan jiwa ini yang keduanya milik Allah dan hanya
dipinjamkan
kepada manusia dengan balasan surga-Nya. Perniagaan indah
nan
menguntungkan ini Allah gambarkan dalam Qur’an Surat Shaffat
(37) ayat 10-12.
Adakah yang mampu memberikan keuntungan lebih besar dari Allah?
Tak bahagiakah orang-orang yang mau berniaga dengan Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TINGALKAN URL SITUS / BLOG ANDA DI AKHIR COMMENTAR TERIMAKASIH.