Kenapa Anda Masih Berani Mengharamkan Maulid Nabi Saw?
Di dunia Islam akhir zaman ini muncul sekte Islam, di mana ada orang-orang yang cenderung untuk berbuat keterlaluan, melebih-lebihkan dalam Mem-bid’ah-kan ( baca: mengharamkan ) untuk hal-hal yang baik.Padahal Allah sudah menurunkan ayat-ayat muhkamah (hukum) untuk menegaskan kepada mereka agar tidak melanggar batas-batas ketentuan Allah dan mengembalikan mereka ke jalan yang benar. Di antaranya adalah ayat yang berbunyi sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman: Janganlah kamu mengharamkan yang baik-baik (dari) apa yang Allah telah halalkan buat kamu, dan jangan kamu melampaui batas, kerana sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang suka melampaui batas. Dan makanlah sebahagian rezeki yang Allah berikan kepadamu dengan halal dan baik, dan takutlah kamu kepada Allah zat yang kamu beriman kepada-NYA.” (al-Maidah: 87-88).
Sebagaimana kita pahami bersama bahwa Islam sangat menghargai terhadap setiap hal yang menjadi sebab untuk berbuat yang baik, dengan tujuan yang mulia dan niat yang bagus. Untuk itulah maka Nabi Muhammad Saw bersabda: “Sesungguhnya semua amal itu harus disertai dengan niat (niat yang baik, ikhlas karena Allah), dan setiap amalan seseorang dinilai menurut niatnya.” (Riwayat Bukhari)
Niat yang baik itu dapat menjadikan seluruh yang mubah dan adat yang baik untuk berbakti dan taqarrub kepada Allah. Oleh karena itu siapa yang memperingati maulid Nabi Saw dengan niat untuk menjaga kelangsungan dakwah Beliau dan memperkuat cinta supaya dapat melaksanakan ajaran-ajarannya dan meniru akhlaknya, untuk berkhidmat kepada Allah Azza WaJalla, maka Maulid Nabi itu dapat dinilai sebagai amal ibadah dan qurbah.
Tidak ada satu pun dalil yang shahih yang menunjukkan hukum larangan memperingati Maulid Nabi saw, justru sebakliknya, bahwa ternyata banyak dalil dan argumen yang bisa menjadi dasar Maulid Nabi saw adalah hal MUBAH yang bisa diniatkan untuk ibadah dan qurbah.
Untuk lebih jelasnya, ayo kita ikuti penjelasan dari ustadz Abu Hilya berikut ini….
21 Dalil Jawaban Peringatan Maulid
Oleh: Abu Hilya
Bismillah,
Sebelum kami kemukakan Dalil atau Hujjah Maulid Nabi Saw, perlu sebelumnya kami sampaikan beberapa hal:
Pertama : Kami berpendapat BOLEH dalam hal Perayaan Maulid dan berkumpul untuk mendengarkan Siroh Nabi SAW, serta bersholawat salam atas Beliau dan mendengarkan pujian-pujian yang memang pantas bagi Beliau.
Kedua : Kami tidak pernah MEN-SUNNAH-KAN Perayaan Maulid pada malam tertentu, semisal setiap 12 Robi’ul Awal atau setiap Senin, karena bagi kami mengingat dan menyebut Beliau adalah kebaikan ( Amal Sholih ) yang tidak dibatasi pelaksanaannya, meskipun mengingat dan bersyukur atas jasa Beliau lebih menggugah hati jika bertepatan dengan hari kelahiran Beliau SAW.
Ketiga : Berkumpul dalam Perayaan Maulid adalah WASILA KUBRO untuk berdakwa mengajak diri dan Ummat kejalan Alloh, dan itu merupakan kesempatan emas yang tidak sepatutnya dilewatkan, bahkan wajib bagi para Da’i, para Ulama, senantiasa mengingatkan Ummat ini pada Nabinya, tentang Akhlaqnya, kesantunannya, Sirohnya, Ibadahnya dst… Sehingga Perayaan Maulid Nabi bukanlah tujuan melainkan wasilah untuk mencapai tujuan Mulia. Berkata As Sayyid Muhammad bin ‘Alwi “Barang siapa yang tidak mampu mengambil sedikitpun manfaat dari agamanya maka ia terhalang dari kebaikan kelahiran Nabi SAW, yang mulia”.
DALIL BOLEHNYA MERAYAKAN (IKHTIFAL) MAULID NABI SAW
Pertama : Perayaan Maulid Nabi yang mulia adalah sebagai salah satu ungkapan wujud kegembiraan dan kebahagiaan karena diutusnya Beliau. Bukankah berbahagia dan bergembira karena kelahiran Beliau telah memberikan kemanfaatan kepada Abu Lahab yang ekspresi kegembiraannya ketika kelahiran Rosululloh SAW, ia memerdekakan budak perempuannya (Tsuwaybah) dan ia jelas-jelas kafir, sebagaimana Hadits riwayat Imam Bukhory :
حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ نَافِعٍ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ زَيْنَبَ بِنْتَ أَبِي سَلَمَةَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ بِنْتَ أَبِي سُفْيَانَ أَخْبَرَتْهَا أَنَّهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ انْكِحْ أُخْتِي بِنْتَ أَبِي سُفْيَانَ فَقَالَ أَوَتُحِبِّينَ ذَلِكِ فَقُلْتُ نَعَمْ لَسْتُ لَكَ بِمُخْلِيَةٍ وَأَحَبُّ مَنْ شَارَكَنِي فِي خَيْرٍ أُخْتِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ ذَلِكِ لَا يَحِلُّ لِي قُلْتُ فَإِنَّا نُحَدَّثُ أَنَّكَ تُرِيدُ أَنْ تَنْكِحَ بِنْتَ أَبِي سَلَمَةَ قَالَ بِنْتَ أُمِّ سَلَمَةَ قُلْتُ نَعَمْ فَقَالَ لَوْ أَنَّهَا لَمْ تَكُنْ رَبِيبَتِي فِي حَجْرِي مَا حَلَّتْ لِي إِنَّهَا لَابْنَةُ أَخِي مِنْ الرَّضَاعَةِ أَرْضَعَتْنِي وَأَبَا سَلَمَةَ ثُوَيْبَةُ فَلَا تَعْرِضْنَ عَلَيَّ بَنَاتِكُنَّ وَلَا أَخَوَاتِكُنَّ قَالَ عُرْوَةُ وثُوَيْبَةُ مَوْلَاةٌ لِأَبِي لَهَبٍ كَانَ أَبُو لَهَبٍ أَعْتَقَهَا فَأَرْضَعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا مَاتَ أَبُو لَهَبٍ أُرِيَهُ بَعْضُ أَهْلِهِ بِشَرِّ حِيبَةٍ قَالَ لَهُ مَاذَا لَقِيتَ قَالَ أَبُو لَهَبٍ لَمْ أَلْقَ بَعْدَكُمْ غَيْرَ أَنِّي سُقِيتُ فِي هَذِهِ بِعَتَاقَتِي ثُوَيْبَةَ
Maka Akal yang waras tidak akan mempertanyakan dengan pertanyaan : “Mengapa kalian memperingatinya ?”, karena pertanyaan ini sama saja dengan bertanya :Mengapa kalian bergembira dengan adanya Nabi Muhammad SAW ?”. Ini adalah pertanyaan yang tidak masuk akal bagi orang beriman.
Kedua : Rosululloh SAW sendiri mengagungkan hari kelahiran Beliau, sebagaimana Hadits riwayat Imam Muslim :
و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا مَهْدِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ عَنْ غَيْلَانَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَعْبَدٍ الزِّمَّانِيِّ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْه ُأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الِاثْنَيْنِ فَقَالَ فِيهِ وُلِدْتُ وَفِيهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ
Puasa Rosululloh SAW, pada hari senin mengandung pengertian bahwa Beliau merayakan Kelahirannya, meskipun dengan bentuk yang berbeda dengan apa yang kita lakukan, namun makna yang terkandung didalamnya yakni bersyukur dan berbahagia atas kelahiran Beliu SAW, tetap ada.
Ketiga : Bergembira dan berbahagia karena kelahiran Rosululloh SAW, adalah perkara yang dituntut oleh Alloh, sebagaomana terdapat dalam al qur’an S. Yunus : 58
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Artinya : “Katakanlah : “ Dengan karunia Alloh dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira, karunia Alloh dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan “. (QS. Yunus : 58)
Dan rahmat terbesar didunia ini adalah Baginda SAW, sebagaimana dalam al qur’an :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Artinya : “ Dan tiadalah kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam “. (QS. Al Anbiya : 107)
Keempat : Nabi SAW, senantiasa memperhatikan kaitan antar masa dan kejadian-kejadian keagamaaan yang besar yang telah lewat. Apabila datang waktu ketika peristiwa itu terjadi, itu merupakan kesempatan untuk mengingatnya dan mengagungkan harinya. Sebagaimana yang kita jumpai dalam hadits-hadits shohih diantaranya tentang hari ‘Asyuro.
Kelima : Peringatan Maulid Nabi, meskipun tidak ada dizaman Rosululloh SAW, sehingga merupakan bid’ah, namun ia adalah bid’ah hasanah karena ia tercakup dalam dalam dalil-dalil syara’ dan kaidah-kaidah kulliyah, dan ia dipandang bid’ah dari segi kemasannya belaka bukan rangkaian isi yang terkandung didalamnya.
Keenam : Peringatan Maulid Nabi SAW, mendorong orang untuk bersholawat salam atas Beliau, dan ini diperintahkan oleh Alloh dalam QS. Al Ahzab : 56
إِنَّ اللهَ وَ مَلاَئِكَتَهُ يُصَلّونَ عَلىَ النَّبِيّ يَا أَيُّهَا الّذِيْنَ أمَنُوا صَلّوا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوا تَسْلِيْمًا
Ketujuh : Dalam peringatan Maulid Nabi disebut tentang kelahiran Beliau, mu’jizat beliau, siroh beliau, dan pengenalan tentang pribadi beliau yang agung. Bukankah kita diperintahkan untuk mengenalnya serta dituntut meneladaninya, mengimani mu’jizatnya, membenarkan ayat-ayat yang disampaikannya? Dan kitab-kitab maulid adalah karya yang merangkum itu semua.
Kedelapan : Peringatan Maulid Nabi adalah salah satu cara untuk menunjukkan balas budi kita kepada beliau dengan menunaikan sebagian kewajiban kita kepada beliau dengan menjelaskan sifat-sifat beliau yang utama dan akhlaq beliau yang agung. Dimasa Nabi para penyair datang melantunkan qoshidah-qoshidah yang memuji beliau, diantaranya ada Ka’ab bin Zuhair (sebagaimana diriwayatkan Imam al Bayhaqi dalam Sunan al Kubro-nya), dan Rosululloh ridho dengan apa yang mereka lakukan. Kalau Nabi SAW, ridho terhadap orang-orang yang memujinya, lalu kenapa ada orang yang tidak suka dengan orang yang menyampaikan keterangan tentang perangai Beliau SAW?
kesembilan : Mengenal perangai beliau SAW, mu’jizatnya, irhas-nya (kejadian-kejadian luar biasa yang Alloh berikan kepada seorang Rosul sebelum diangkat menjadi Rosul), dapat membuahkan bertambahnya iman, menambah mahabbah,karena adalah sudah menjadi watak manusia menyukai dan mengagumi keindahan baik “KHULUQON” maupun “KHOLQON”. Dan tidaklah ada diantara para makhluq yang lebih sempurna “KHULUQON” maupun “KHOLQON” melebihi Rosululloh SAW. Bukankah menambah Mahabbah dan Iman adalah sesuatu yang dituntut oleh Syara’? maka hal yang dapat mendorong perkara yang dituntut Syara’ adalah dituntut pula sepanjang tidak menyalahi dalil-dalil syar’iy.
Kesepuluh : Memuliakan Rosululloh SAW adalah perkara yang diperintahkan agama, dan bergembira dihari kelahiran beliau dengan menampakkan kebahagiaan dan membuat jamuan-jamuan, berkumpul untuk berdzikir, menyantuni yang faqir, adalah bagian dari menampakkan kebahagiaan dan pengagungan kepada beliau serta rasa syukur kepada Alloh yang telah memberi hidayah berupa agama yang qowiim.
Kesebelas : Dalam sebuah sabda Nabi SAW tentang keutamaan hari jum’at, disebutkan baha salah satu diantara maziyahnya adalah “ Pda hari itu Adam AS, diciptakan “. Hal ini menunjukkan kemuliaan waktu dimana seorang Nabi dilahirkan, maka bagaimana dengan hari dilahirkannya Rosululloh SAW? Sayyidu Waladi Adam… sekali lagi bukankah Rosululloh menganggap penting terhadap peristiwa-peristiwa besar keagamaan? Sehingga beliau pernah Sholat di “Baitul Lahm” karena disana tempat dilahirkannya Nabi Isa AS…
Kedua belas : Peringatan Maulid Nabi adalah hal yang dipandang baik oleh para Ulama dan ummat islam dipenjuru Negri (selain dalam komunitas salafi wahabi tentunya) dan sudah berlangsung ratusan tahun, bukankah sebuah kaidah yang bersandar pada perkataan Ibnu Mas’ud yang ditakhrij oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا عَاصِمٌ عَنْ زِرِّ بْنِ حُبَيْشٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ إِنَّ اللَّهَ نَظَرَ فِي قُلُوبِ الْعِبَادِ فَوَجَدَ قَلْبَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرَ قُلُوبِ الْعِبَادِ فَاصْطَفَاهُ لِنَفْسِهِ فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوبِ الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ فَوَجَدَ قُلُوبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوبِ الْعِبَادِ فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ يُقَاتِلُونَ عَلَى دِينِهِ فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ سَيِّئٌ
“ Apa yang dipandang baik oleh ummat islam maka baik pula disisi Alloh, dan apa yang dipandang buruk oleh ummat Islam maka buruk pula disisi Alloh “
Ketiga belas : Dalam Peringatan Maulid Nabi terangkum didalamnya Perkumpulan Dzikir, Shodaqoh, memuji dan pengagungan pada baginda Nabi SAW, dan ini adalah perkara-perkara yang diperintahkan agama.
Keempat belas : Firman Alloh SWT,
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
“ Dan semua kisah-kisah para Rosul, Kami ceritakan kepadamu yang dengannya kami teguhkan hatimu “ (QS. Hud:120)
Dari ayat diatas jelaslah bahwa diantara hikmah dikisahkannya para Rosul adalah untuk meneguhkan hati Nabi SAW. Maka sesungguhnya kita lebih membutuhkan peneguhan hati dengan mengetahui berita-berita tentang Nabi SAW, lebih dari kebutuhan beliau akan kisah para Nabi sebelumnya.
Kelima belas : Tidak setiap yang tidak dikerjakan oleh Salaf dan tidak ada pada masa masa qurun terbaik adalah Bid’ah Munkaroh dan buruk yang haram untuk dikerjakan ummat Islam pada saat ini, namun sesuatu yang baru tersebut haruslah diuji dulu dan di-crosschek dengan dalil-dalil syara’, apakah ia tercakup dalam dalil-dalil syara’ atau menyalahinya, jika ia tidak menyalahi dalil-dalil syara’, maka ketahuilah bahwa LIL WASAA-IL HUKMUL MAQOOSHID.
Keenam belas : Sesuatu yang rangkaian atau kemasannya (ijtima’iyyah-nya) tidak terdapat dalam “masa awal” namun isi muatannya (afrod-nya) berupa hal yang diperintahkan syara’, maka sesuatu tersebut diperintahkan pula.
Ketujuh belas : Tidaklah setiap Bid’ah adalah Haram dan sesat, karena jika demikian adanya maka bagimana dengan penghimpunan al qur’an oleh Kholifah Abu Bakar, yang khawatir akan kepunahan al qur’an mengingat banyaknya para penghafal al qur’an yang syahid? Padahal Alloh telah menjamin dalam Firman-Nya: “ Sesungguhnya Kami telah menurunkan adz-Dzikro, dan sesungguhnya kami adalah Pelindung baginya”. Dan haramlah apa yang dilakukan oleh Amirul Mukminin Umar bin Khotthob dalam menghimpun Jama’ah tarowih dengan satu imam, juga Haram pula apa yang dilakukan Amirul Mukminin Utsman bin Affan yang telah menambah adzan jum’ah hingga tiga kali, bukankah semua itu terjadi setelah Alloh menyatakan kesempurnaan agama-Nya sebagaimana yang terkandung dalam QS. Al Maidah : 3. Juga Haram pula segala macam Ilmu seperti Tajwid, Qiro’ah, Nahwu-Shorof, Mustholah Hadits, dll, juga Haram pula pendirian –pesantren-pesantren, Majlis Ta’lim, Panti asuhan dan kebaikan-kebaikan yang lain… Renungkanlah kembali konsep anda tentang Bid’ah!!!
Kedelapan belas : Imam Syafi’iy menjelaskan tentang Bid’ah :
ما أُحدِثَ وخالف كتاباً أو سنة أو إجماعاً أو أثراً فهو البدعة الضالة، وما أُحْدِثَ من الخير ولم يخالف شيئاَ من ذلك فهو البدعة المحمودة
“ Segala sesuatu yang di ada-adakan dan menyalahi al qur’an, atau sunnah, atau ijma’ atau atsar, maka itulah Bid’ah Dholalah, sedang sesuatu yang berupa kebaikan yang diadakan dan tidak menyalahi sesuatupun dari semua maka ia adalah yang terpuji “
Kesembilan belas : Setiap kebaikan yang tercakup dalam dalil-dalil Syara’ dan tidak dimaksudkan menyalahi syari’at serta tidak terdapat kemunkaran didalamnya, maka sesuatu tersebut termasuk ajaran agama. Adapun pendapat sebagian kelompok ekstrim yang mengatakan “INI TIDAK DILAKUKAN OLEH PARA SALAF”, tidak bisa dijadikan dalil sekaligus membuktikan tidak adanya dalil atas pendapat mereka. Bukankah Rosululloh memberi keluasan dalam mengerjakan kebaikan sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at? Sebagaimana Hadits Riwayat Imam Muslim :
مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim)
Kedua puluh : Memperingati Maulid Nabi SAW, berarti menghidupkan ingatan (kenangan) tentang Rosululloh SAW, dan itu menurut kami Masyru’ adanya.Sebagaimana yang anda lihat dalam sebagian besar amaliyah dalam Haajji pun menghidupkan ingatan tentang peristiwa-peristiwa terpuji yang telah lalu.
Kedua puluh satu : Sebagai penutup kami berikan catatan bahwa : Peringatan Maulid sebagaimana dalil-dalil yang telah kami sampaikan akan menjadi amalan terpuji jika didalamnya tidak disertai kemungkaran (perbuatan-perbuatan tercela) semisal di rayakan dengan menghadirkan musik-musik yang nyimpang, atau menciptakan huru-hara, dll.
PENDAPAT SYAIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYYAH TENTANG MAULID
Berkata Ibnu Taimiyyah :
فتعظيم المولد واتخاذه موسما قد يفعله بعض الناس ويكون له فيه أجر عظيم لحسن قصده وتعيظمه لرسول الله صلى الله عليه وآله وسلم كما قدمته لك أنه يحسن من بعض الناس ما يستقبح من المؤمن المسدد ولهذا قيل للامام أحمد عن بعض الأمراء إنه أنفق على مصحف ألف دينار ونحو ذلك فقال دعه فهذا أفضل ما أنفق فيه الذهب أو كما قال ( إقتضاء الصراط المستقيم جز 1 ص 297)
Maka mengagungkan Maulid Nabi SAW, dan menjadikannya sebagai musim raya sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian manusia dan akan begitu adanya, terdapat pahala yang besar didalamnya karena baiknya tujuan Mauild dan adanya pengagungan pada Rosululloh SAW, sebagaimana yang telah aku sampaikan pada anda.” (Ibnu Taymiyyah dalam Iqtidho’us Shirothil Mustaqim, Juz I hal 297)
Disarikan dari kitab Dzikroyaat wa Munaasabaat karya Prof. Dr. As Sayyid Muhammad bin ‘Alwi bin Abbas al Maliki.
Wallohu a’lam.
Sumber : http://ummatipress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TINGALKAN URL SITUS / BLOG ANDA DI AKHIR COMMENTAR TERIMAKASIH.